BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa
ini upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman telah dilaksanakan oleh
sebagian besar Pemerintah Daerah dan Kota di Indonesia melalui pencanangan
berbagai program yang relevan. Peningkatan kualitas lingkungan terdiri dari
berbagai aspek, salah satu aspek yang sangat berpengaruh adalah aspek
pengelolaan sampah di lingkungan permukiman. Menurut Wibowo dan Darwin (2006:1)
persampahan telah menjadi agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir
seluruh perkotaan di Indonesia. Faktor keberhasilan pelaksanaan pengelolaan
sampah sepenuhnya akan tergantung pada kemauan Pemerintah Daerah atau Kota dan
masyarakat. Kemauan ini dapat di mulai dari pemahaman dan kesadaran akan
pentingnya sektor pengelolaan sampah sebagai salah satu pencerminan
keberhasilan pengelolaan kota.
Upaya
peningkatan kualitas lingkungan permukiman, saat ini juga sedang intensif
dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Samarinda. Pembinaan kepada peran masyarakat
dalam mengelola sampah merupakan strategi pengelolaan sampah yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Kota Samarinda. Penguatan pada peran masyarakat dalam
pengelolaan sampah perkotaan seperti tersebut di atas dilatarbelakangi oleh
kondisi penambahan jumlah penduduk Kota Samarinda yang meningkat secara
signifikan dewasa ini yang berdampak kepada peningkatan volume sampah domestik.
Penanganan
sampah permukiman memerlukan partisipasi aktif individu dan kelompok masyarakat
selain peran pemerintah sebagai fasilitator. Ketidak pedulian masyarakat terhadap
sampah akan berakibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau tinggal masyarakat di sebuah wilayah.
Degradasi kualitas lingkungan dipicu oleh perilaku masyarakat yang tidak ramah
dengan lingkungan, seperti membuang sampah di badan air. Sampah domestik yang
tidak tertangani dengan baik akan berdampak kepada kesehatan manusia, kondisi
ekonomi dan tingginya biaya pengelolaan atau perbaikan lingkungan dan
infrastruktur atau menimbulkan biaya eksternalitas (Suparmoko,2000:1-3).
Pola
pengelolaan sampah dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor yang dapat
berperan aktif dalam mengurangi volume sampah merupakan keputusan yang tepat
dalam mengantisipasi peningkatan jumlah volume sampah perkotaan yang terus
meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk. Peran aktif masyarakat atau
individu dapat dimulai dengan melaksanakan perilaku positif dalam mengelola sampah seperti pengumpulan,
pewadahan, pemilahan dan melakukan daur ulang sampah untuk mengurangi volume
dan persebaran sampah.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui Karakteristik Pemukiman dan Karakteristik
sampah di Jl.Trisari
2. Untuk
mengurangi sampah yang berada di lingkungan
dalam upaya meningkatkan kualitas permukiman perkotaan.
3. Mengolah sampah untuk menjadi material yang bernilai
ekonomis
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi Permukiman
Bagian dari
kawasan budidaya dalam lingkungan hidup, baik yang bersifat perkotaan maupun perdesaan, terdiri dari beberapa jenis
kawasan dengan prasarana dan sarana lingkungan
yang lengkap dengan fungsi utama sebagai
pusat pelayanan bagi kebutuhan penghuninya
(SNI 3242:2008).
Perumahan merupakan kebutuhan
dasar manusia dan juga merupakan pencerminan terhadap kualitas kesehatan
masyarakat atau penghuninya. Perumahan dan permukiman yang layak untuk tempat
tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya secara konstan
akan terjamin kualitas kesehatannya. Terbentuknya perumahan yang sehat tidak
lepas dari ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung (Kriger dan Higgins
dalam Keman, 2005:29).
Penyediaan sarana persampahan yang layak di lingkungan
permukiman merupakan langkah awal dari pelaksanaan penyehatan lingkungan.
Disamping penyediaan sarana, perencanaan yang komprehensif terhadap kebijakan
dan strategi pengelolaan persampahan akan menghasilkan pembangunan bidang
kesehatan lingkungan yang berkelanjutan dengan tujuan utama peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
2.2 Pembangunan
Kesehatan Lingkungan
Perencanaan
pembangunan kesehatan lingkungan yang berkelanjutan harus mempertimbangkan
faktor-faktor yang terkait antara lain; perilaku individu, pengaruh sosial
kemasyarakatan, kondisi lingkungan tempat tinggal, sosial ekonomi dan budaya (Healthy
City Network,1997:22).
Dalam konteks pengelolaan sampah
permukiman yang merupakan bagian dari pembangunan kesehatan lingkungan di
Indonesia, terdapat beberapa faktor yang bersifat pendukung dan bersifat
penghambat. Faktor yang bersifat pendukung antara lain: kebijakan dan strategi,
industri daur ulang, teknologi dan program-program pembinaan kebersihan.
Sedangkan faktor yang bersifat penghambat antara lain, implementasi kebijakan
yang belum sepenuhnya terealisasi, keterbatarasan sarana prasarana persampahan
dan perilaku masyarakat yang belum mengarah kepada perilaku positif dalam
mengelola sampah yang telah dihasilkannya.
Faktor
perilaku masyarakat dalam mengelola sampah permukiman merupakan pondasi awal
dalam pengelolaan sampah permukiman yang dapat memberikan dampak yang cukup signifikan.
Perilaku positif dalam memanajemen sampah semenjak dari sumbernya akan
mempermudah dalam tata kelola persampahan permukiman yang akhirnya memberikan
dampak kepada kualitas kebersihan lingkungan permukiman khususnya dan perkotaan
pada umumnya.
2.3 Aspek
Pengelolaan Sampah Permukiman
Di
dalam ketentuan umum Undang-undang No.4 Tahun 1992 disebutkan bahwa pemenuhan
sarana dan prasarana merupakan kondisi yang mutlak untuk di penuhi guna
berfungsinya sebuah permukiman. Ketersediaan sarana persampahan di wilayah
permukiman akan mempengaruhi terhadap kebersihan lingkungan permukiman, selain
faktor pengelolaan persampahan yang diadakan oleh pihak pemerintah atau
masyarakat.
2.3.1 Pengertian dan Jenis Sampah
Sampah merupakan bahan buangan
dari kegiatan rumah tangga, komersial, industry atau aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh manusia lainnya. Sampah juga merupakan hasil sampingan dari
aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai (Purwendro & Nurhidayat,2006).
Menurut Juli Soemirat Slamet
(2004), sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang
punya dan bersifat padat. Sampah ada yang mudah membusuk dan ada pula yang
tidak mudah membusuk. Sampah yang mudah membusuk terdiri dari zat-zat organik
seperti sayuran, sisa daging, daun dan lain sebagainya, sedangkan yang tidak
mudah membusuk berupa plastik, kertas, karet, logam, abu sisa pembakaran dan
lain sebagainya.
Menurut
SK SNI T-13-1990-F menyebutkan sampah terdiri dar zat organik dan anorganik
yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah yang oleh masyarakat
dianggap sebagai barang yang tidak berguna pada hakekatnya dapat dimanfaatkan
kembali (Tchobanoglous, 1993).
Sedangkan
Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko (2002) mengkalisifikasikan sampah menurut
teknis dan sumbernya sebagaimana skema pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Klasifikasi
Sampah
Secara umum pengelompokkan sampah
sering dilakukan berdasarkan sifat atau karakteristik dan sumber sampah yaitu:
1. Sampah anorganik.
Sampah Anorganik berasal dari
sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses
industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan
aluminium. Sebagai zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh
alam. Sedangkan sebagian lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang
cukup lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya berupa botol
kaca, botol plastik, tas plastik dan kaleng. Kertas koran dan karton merupakan
pengecualian. Beradasarkan asalnya, kertas koran dan karton termasuk sampah
organik. Tetapi karena kertas, koran dan karton dapat didaur ulang seperti
sampah anorganik lainnya, maka dimasukkan kedalam kelompok sampah an organik.
2. Sampah organik.
Sampah organik terdiri dari
bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang berasal dari alam atau dihasilkan
dari kegiatan pertanian, perikanan, rumah tangga dan lain sebagainya. Sampah
ini dengan mudah diuraikan dalam dalam proses alami. Sampah rumah tangga
sebagian besar merupakan bahan organik misalnya sampah dari dapur.
3. Sampah B3 (bahan
berbahaya dan beracun)
Sampah yang terdiri atas bahan
atau zat yang karena sifat-sifat kimianya dapat membahayakan manusia maupun
lingkungan seperti: bahan-bahan beracun, mudah meledak, korosif, mudah terbakar
dan bahan radioaktif.
Dalam kaitannya dengan tema
penelitian yang akan dibahas, pengertian sampah yang di maksud adalah sampah
domestik yaitu sampah yang dihasilkan oleh perumahan atau rumah tangga dan tidak
termasuk dalam jenis sampah B3.
2.3.2
Karakteristik Sampah
1. Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa
potongan hewan atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri
dari zat-zat yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung sejumlah air bebas.
2. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang
tidak dapat terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan,
kantor-kantor, tapi yang tidak termasuk garbage.
3. Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang
mudah terbakar baik dirumah, dikantor, industri.
4. “Street Sweeping” (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan
trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang terdiri dari
kertas-kertas, daun-daunan.
5. “Dead Animal” (Bangkai Binatang) yaitu bangkai-bangkai yang mati
karena alam, penyakit atau kecelakaan.
6. Houshold Refuse yaitu sampah yang terdiri dari rubbish, garbage,
ashes, yang berasal dari perumahan.
7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai- bangkai mobil,
truk, kereta api.
8. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang
berasal dari industri-industri, pengolahan hasil bumi.
9. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran gedung.
10. Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan,
perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.
11. Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat
organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air buangan.
12. Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan
penanganan khusus misalnya kaleng-kaleng cat, zat radiokatif. (Mukono, 2006)
2.3.3
Pengelolaan Sampah Permukiman
Pertambahan
jumlah penduduk pada suatu wilayah secara otomatis akan memperkecil daya dukung
sarana prasarana di suatu wilayah. Dengan analogi yang sama pertambahan
penduduk juga akan terkait langsung terhadap jumlah timbulan di wilayah
permukiman atau perkotaan. Kuantitas dan pemerataan penempatan sarana
persampahan sangat berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan sampah.
Pola
pengelolaan sampah di banyak daerah di Indonesia masih terbagi atas 2 (dua)
kelompok pengeloalaan yaitu antara pengelolaan yang dilaksanakan oleh
masyarakat dari timbulan, pewadahan, pengangkutan dan pembuangan akhir atau
pemusnahan atau sampai ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dan
pengelolaan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang melayani pengangkutan sampah
dari TPS ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Pengelolaan
secara terpadu terhadap persampahan oleh pemerintah atau oleh pihak swata yang
ditunjuk oleh pemerintah secara umum belum banyak dilaksanakan, kecuali
dibeberapa kota besar di Indonesia. Keterbatasan anggaran dalam pemenuhan
sarana persampahan adalah alasan pokok pemerintah dan minat swasta yang masih
rendah dalam menangani bisnis bidang persampahan.
2.3.4 Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah
Dari tinjauan seperti disebutkan
sebelumnya bahwa pola pengelolaan sampah yang dilaksanakan saat ini belum
tercapai pola pengelolaan terpadu dari masyarakat sebagai penghasil sampah dan
pemerintah sebagai penyedia dan pengelola sarana persampahan. Dari sisi
masyarakat masih terbentuk presepsi bahwa sampah adalah bahan yang sudah tidak
terpakai dan telah menjadi kewajiban pihak pemerintah untuk mengelolanya dan
membersihkannya.
Pola
pendekatan baru dalam
pengelolaan sampah saat ini telah di konsepkan dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Startegi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP). Kebijakan Nasionala
tersebut merupakan reaksi atas pengelolaan sampah di waktu sebelumnya yang
dilaksanakan secara konvensional dan terkesan adanya sekat pemisah antara
masyarakat sebagai produsen sampah dan peran pemerintah sebagai pengelola
persampahan.
Dalam
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengolahan Persampahan yang
terkait dengan tema perilaku pengelolaan sampah disebutkan antara lain,
kebijakan pengurangan sampah semaksiamal mungkin dimulai dari sumbernya dengan
pola meningkatkan pemahaman kepada masyarakat tentang upaya 3R (reduce,
reuse, recycle) dan mengembangkan sistem insentif dan disinsentif . Dalam
hal partisipasi masyarakat kebijakan yang dituangkan adalah meningkatkan
pemahaman sejak dini, menyebarluaskan pemahaman tentang sampah kepada
masyarakat tentang pengelolaan sampah, meningkatkan pembinaan pengeloaan sampah
khususnya kepada kaum perempuan.
2.3.5 Konsep Pengelolaan Sampah 3R
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi
volume sampah atau merubah bentuk sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan
berbagai macam cara. Teknik pengolahan sampah yang pada awalnya menggunakan
pendekatan kumpul-angkut-buang, kini telah mulai mengarah pada pengolahan
sampah berupa reduce-reuse-recycle (3R). Reduce berarti
mengurangi volume dan berat sampah, reuse berarti memanfaatkan kembali
dan recycle berarti daur ulang sampah. Teknik pengolahan sampah dengan
pola 3R, secara umum adalah sebagai berikut:
1. Reduce (pengurangan volume)
Ada beberapa cara untuk melakukan pengurangan volume
sampah, antara lain:
a. Incenerator (pembakaran)
Merupakan
proses pengolahan sampah dengan proses oksidasi, sehingga menjadi kurang kadar
bahayanya, stabil secara kimiawi serta memperkecil volume maupu berat sampah
yang akan dibuang ke lokasi TPA.
b.
Balling (pemadatan)
Merupakan
sistem pengolahan sampah yang dilakukan dengan pemadatan terhadap sampah dengan
alat pemadat yang bertujuan untuk mengurangi volume dan efisiensi transportasi
sampah.
c.
Composting (pengomposan)
Merupakan
salah satu sistem pengolahan sampah dengan mendekomposisikan sampah organik
menjadi material kompos, sperti humus dengan memanfaatkan aktivitas bakteri.
d.
Pulverization (penghalusan)
Merupakan
suatu cara yang bertujuan untuk mengurangi volume, memudahkan pekerjaan
penimpunan, menekan vektor penyakit serta memudahkan terjadinya pembusukan dan
stabilisasi.
2. Reuse
Reuse adalah pemanfaatan kembali atau mengguanakan kembali
bahan-bahan dari hasil pembuangan sampah menjadi bahan yang dapat di pergunakan
kembali. Misalnya sampah konstruksi bangunan.
3. Recycle
Recycle
adalah kegiatan pemisahan benda-benda anorganik (misalnya: botol-botol bekas,
kaleng, kardus dan lainnya) dari tumpukan sampah untuk diproses kembali menjadi
bahan baku atau barang yang lebih berguna.
BAB III
PROFIL PENGELOLAAN SAMPAH
3.1 Lokasi
(administratif)
RT : 23
Kelurahan : Sidodadi
Kecamatan : Samarinda Ulu
Kota : Samarinda
Provinsi :
Kalimantan Timur
3.2 Denah
Wilayah
Luas :
1,7 Hektar Bentuk lokasi
:Mengelompok (cluster)
Jumlah Rumah :
67 Unit
Jumlah Penduduk
: 331 Jiwa
Jumlah KK :
100 KK
Dominasi Permukiman : Permukiman pekerja
BAB IV
PEMBAHASAN
Sampah
atau waste memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan. Namun
pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Bentuk sampah bias berada dalam setiap fase materi yaitu, padat, cair, dan gas.
Sampah
selalu timbul menjadi persoalan rumit dalam masyarakat yang kurang memiliki
kepekaan terhadap lingkungan. Ketidakdisiplinan mengenai kebersihan dapat
menciptakan suasana semrawut akibat timbunan sampah. Begitu banyak kontdisi
tidak menyenangkan akan muncul. Bau tidak sedap, lalat beterbangan, dan
gangguan berbagai penyakit.
Pada
musim hujan, sampah yang terlantar dapat menjadi hal yang paling menakutkan.
Tumpukan sampah yang tidak tertangani dengan baik bisa menyumbat saluran
drainase. Pembuangan sampah disembarang tempat, terutama sungai, akan
menghambat laju air hujan dipermukaan sehingga aliran hanya terfokus pada satu
titik saja. Ketika curah hujan tinggi kondisi semacam ini bisa mengakibatkan
banjir.
Sampah
memang bukan perkara yang mudah. Tidak hanya di perkotaan padat penduduk,
pedesaan, atau lokasi lain pun tidak terlepas dari persoalan ini. Sumber
permasalahan sampah selau hadir, baik di tempaat pembuangan sementara (TPS),
tempat pembuangan akhir (TPA), maupun saat pendistribusiannya.
4.1.
Karakteristik Pemukiman
4.1.1. Pola
Pemukiman
Keberadaan permukiman dan aktivitas
lainnya, secara tidak langsung membentuk pola desa. Secara garis besar, pola
desa berkembang sejalan dengan usaha pengembangan dan penggalian sumber daya
yang dimiliki. Pada daerah trisari menujukkan pola desa linier yang
berkembang mengikuti jalan raya atau jalan lingkungan yang tumbuh secara
organis dan tidak terencana.
4.1.2. Fungsi Bangunan
Selain mempengaruhi pola
permukiman, aktivitas penduduk desa juga mempengaruhi fungsi masing-masing
bangunan. Di RT 23 Jl. Trisari sebagian besar bangunan yang tersebar berupa bangunan rumah
yang berfungsi sebagai hunian yang berbentuk Cluster (mengelompok). Selain itu, fungsi bangunan lainnya
berupa sarana peribadatan ( masjid dan mushola ).
4.1.3. Ketinggian bangunan
Seperti karakteristik bangunan di
pedesaan pada umumnya, bangunan-bangunan di daerah Trisari sebagian besar merupakan bangunan
satu lantai. Hanya beberapa unit bangunan yang berupa bangunan dua lantai.
4.1.4. Kelayakan Bangunan
Sebagian besar bangunan di Daerah Trisari adalah bangunan rumah dengan fungsi
hunian. Di RT 23
hampir seluruhnya termasuk rumah yang layak huni. Dari informasi yang didapat
dari ketua RT setempat hanya terdapat 1 rumah yang tidak layak huni dan sudah
direncanakan untuk diadakn bedah rumah. Sebagian besar Bangunan yang ada
merupakan bangunan permanen. Rumah kurang layak huni ditandai dengan keterbatasan sarana
sanitasi. Sedangkan rumah tidak layak huni merupakan bangunan rumah non
permanen tanpa dilengkapi sarana sanitasi.
4.2. Karakteristik
Sampah Pemukiman di Jl.Trisari
Karakteristik dari sampah yang ada di
wilayah ini sebagian besar
adalah hasil buangan sampah
domestik yang dihasilkan oleh masyarakat. Yang
berupa Sampah kering maupun sampah basah. Komposisi sampah menjadi semakin kompleks dari waktu
ke waktu. Komponen sampah basah semakin berkurang, sedangkan kandungan komponen
kering, khususnya sisa kemasan,
menjadi semakin meningkat sehingga perlu dilakukan pengelolaan sampah dengan
baik, karena sampah kering tidak dapat terurai. Jika tidak dilakukan pengolahan
dengan baik akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitar.
4.2. Timbulan
Sampah
Kota Samarinda sebagai ibukota
Provinsi Kalimantan Timur, akhir-akhir ini
mengalami pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat. Selain dari
pertumbuhan penduduk secara alami pertumbuhan akibat urbanisasi juga berkembang
secara signifikan. Pertumbuhan perekonomian adalah sebagai latar belakang
perkembangan penduduk yang sangat cepat ini. Dengan adanya kondisi tersebut,
dampak yang ditimbulkan pada jumlah produksi sampah juga meningkat. Kemampuan
Pemerintah Kota juga memiliki keterbatasan dalam melaksanakan pelayanan dengan
jumlah sarana dan prasarana yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan produksi
sampah akhir-akhir ini.
Kondisi timbulan sampah, baik volume dan persebarannya
merupakan salah satu indikator ada atau tidaknya pengelolaan sampah yang
dilakukan oleh warga atau masyarakat di sebuah permukiman. Sebagian besar warga
sekitar Trisari, melakukan pembuangan sampah hanya di tempat sampah yang
disediakan di setiap rumah. Sedangkan pembuangan
sampah ke TPS
dilakukan oleh petugas pengangkut sampah.
Acuan mengenai timbulan sampah
kota di Indonesia adalah SNI S-04-1993-03 yang ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional (SNI). Dalam SNI, ditetapkan bahwa timbulan sampah di
kota sedang adalah 0,7-0,8 kg/orang.hari, sedangkan di kota kecil sebesar
0,5-0,6 kg/orang.hari. Besaran timbulan sampah ini berada pada kisaran timbulan
sampah antara negara berpenghasilan rendah (0,5 kg/orang.hari) dan menengah
(0,9 kg/orang.hari).
Berdasarkan asumsi besaran timbulan sampah sebesar 0,8
kg/hari (SNI S-04-1993-03), timbulan sampah di RT 23 Jl. Trisari yang berpenduduk 331 juta
jiwa adalah 264,8
kg/hari.
Pada daerah
yang kami amati sampah yang timbul paling banyak adalah sampah organik dimana
di daerah tersebut semua sampah langsung dibuang ketempat pembuaangan sampah
akhir. Di pembahasan ini kami akan mengemukakan cara lain untuk mengolah sampah
tersebut diantara lain:
·
Pengurangan
jumlah sampah
Pengurangan jumlah sampah dilakukan dari tingkat
individual dengan cara menggunakan barang yang bisa digunakan berkali-kali dari
pada menggunakan barang yang sekali pakai sehingga bisa mengurangi jumlah
sampah yang timbul
·
Pemilahan sampah
Sampah yang ditimbulkan oleh masyarakat dipilah-pilah
dari tingkat rumah tangga sehingga setiap masyarakat bisa memilah milah sendiri
sampah yang bisa dijadikan (organik) kompos maupun didaur ulang (anorganik)
·
Pembuatan kompos
Sampah yang sudah dipilah di tingkat rumah tangga
tersebut kemudian digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kompos yang kemudian
hasil akhirnya yaitu berupa kompos dapat dijual atau digunakan untuk penggunaan
sendiri
·
Daur ulang
Sampah yang tidak mudah busuk dapat digunakan kembali,
diolah menjadi barang yang dapat digunakan kembali atau dijual untuk digunakan
ulang.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Karakteristik pemukiman yang terdapat di jl.Trisari
tepatnya RT 23 dapat dilihat melalui pola pemukiman, fungsi bangunan,
ketinggian bangunan, serta kelayakan bangunan. Sedangkan Karakteristik sampah
yang dihasilkan sebagian besar adalah hasil buangan sampah domestik yang
dihasilkan oleh masyarakat. Yang berupa
Sampah kering maupun sampah basah.
2. Dalam upaya meningkatkan kualitas permukiman perkotaan
dapat dilakukan pengelolaan sampah seperti pengumpulan,
pewadahan, pemilahan dan melakukan daur ulang sampah untuk mengurangi volume
dan persebaran sampah.
3. Sampah
dapat diubah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis. Misalnya dengan
daur ulang sampah. Sampah yang tidak dapat membusuk dapat di daur ulang menjadi
barang yang dapat digunakan kembali. Sebagai contoh, gunakan kaleng alumunium
untuk kemasan minuman ringan yang dapat didaur ulang untuk produk yang sama
atau untuk digunakan sebagai komponen kendaraan bermotor. Daur ulang dapat
menghemat energy, tempat, dan biaya penggunaan tersebut untuk dibuat menjadi
produk baru.
DAFTAR PUSTAKA
Healthy City Network. 1997. City
Planning for Health and Sustainable Development. Copenhagen
Purwendro
dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk & Pestisida Organik. Jakarta
: Penebar Swadaya
Suparmoko. 2000. Ekonomika Lingkungan.
Edisi I. Yogyakarta : BPFE
Tchobanoglous,
Theisen dan Vigil. 1993. Integrated Solid Waste : Enggineering Principle and
Management Issues, McGraw-Hill Book : Singapore
Wibowo,
I dan Darwin. 1993. Faktor-faktor Personal dan Sosial Untuk Mempengaruhi
Intensi Kaum Ibu Dalam Pemeliharaan Lingkungan. Jakarta : LPUI
SNI S-04-1993-03